HWSP
Haryo Widyo Seno Putranto
Senin, 19 November 2018
Minggu, 18 November 2018
Panca Bhakti Insan Imigrasi
Panca Bhakti Insan Imigrasi
- Takwa
- Menjunjung tinggi kehormatan
- Cendekia
- Integritas Pribadi
- Inovatif
Tri Dharma Petugas Pemasyarakatan
- Kami petugas pemasyarakatan adalah abdi hukum, pembina narapidana dan pengayom masyarakat
- Kami petugas pemasyarakatan wajib bersikap bijaksana dan bertindak adil dalam pelaksanaan tugas
- Kami petugas pemasyarakatan bertekad menjadi suri tauladan dalam mewujudkan tujuan system pemasyarakatan yang berdasarkan pancasila.
Ikrar Petugas Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM
Ikrar Petugas Pemasyarakatan
- Menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran dan keadilan
- Menjaga integritas dalam melaksanakan Tri Dharma Pemasyarakatan
- Melayani masyarakat secara professional dan berpegang teguh pada sumpah jabatan
Panca Prasetya Korpri
Panca Prasetya Korps Pegawai Republik
Indonesia:
Kami
Anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah insan yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME, berjanji:
- Setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintahan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
- Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara serta memegang teguh rahasia negara dan rahasia jabatan
- Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat diatas kepentingan pribadi dan golongan
- Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan korps pegawai Republik Indonesia
- Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin serta menigkatkan kesejahteraan dan profesionalisme
Kamis, 17 Juli 2014
PBB & Klasifikasi OI Supranasional
Perserikatan Bangsa-bangsa tidak diklasifikasikan sebagai organisasi yang bersifat supranasional.
Pengklasifikasian suatu
organisasi internasional didasarkan atas beberapa kriteria, karena organisasi yang
sifatnya supranasional berbeda dengan organisasi yang sifatnya koordinatif.
Salah satu karakteristik dari organisasi yang sifatnya supranasional mempunyai
kewenangan membuat keputusan atau mengeluarkan aturan yang dapat mengikat
negara anggota, bahkan ada yang langsung mengikat individu (person) dan perusahaan yang berasal dari
negara anggota.[1]
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu organisasi yang bersifat
internasional :[2]
1. Keputusan
organisasi mengikat negara anggota;
2. Alat
perlengkapan yang berwenang mengambil keputusan, tidak seluruhnya tergantung pada
kerjasama seluruh anggota;
3. Organisasi
mempunyai kekuasaan untuk membuat peraturan yang langsung mengikat penduduk
negara anggota. Kewenangan yang demikian mungkin dapat mendesak fungsi
pemerintahan tanpa kerjasama dengan pemerintah nasional negara anggota;
4. Organisasi harus
mempunyai kewenangan untuk memaksakan keputusannya. Pelaksanaan keputusan
selalu mungkin bahkan tanpa kerjasama dengan pemerintah nasional negara
anggota. Parlemen dan badan peradilan nasional boleh memaksa pemerintahnya
untuk memenuhi kewajiban terhadap organisasi internasional tersebut;
5. Keuangan
organisasi bersifat otonom. Keuangan organisasi berasal dari dana yang dibayar
oleh para negara anggota;
6. Penarikan diri
secara unilateral tidak mungkin.
Dalam
organisasi internasional yang bersifat supranasional, negara anggota tidak
mempunyai kewenangan secara kolektif untuk membubarkan organisasi atau
mengadakan amandemen tanpa kerjasama dengan organisasi yang supranasional
tersebut. Namun demikian, hampir tidak ada organisasi internasional yang memenuhi
syarat-syarat diatas secara penuh.[3]
Jika dilihat dari syarat-syarat tersebut diatas, maka PBB bukan merupakan
organisasi yang bersifat internasional. Pertama dapat dilihat dari asas-asas
atau prinsip-prinsip yang diatur di
dalam Bab I Piagam PBB yang mengatur mengenai :[4]
- PBB berdasarkan asas persamaan kedaulatan semua anggotanya
- Kewajiban untuk memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan apa yang tercantum dalam piagam
- Setiap perselisihan harus diselesaikan secara damai agar perdamaian dan keamanan tidak terancam
- Mempergunakan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik suatu negara harus dihindarkan
- Kewajiban untuk membantu PBB terhadap tiap kegiatan yang diambil sesuai dengan piagam dan larangan membantu negara dimana negara tersebut oleh PBB dikenakan tindakan-tindakan pencegahan atau pemaksaan
- Kewajiban bagi negara bukan anggota PBB untuk bertindak sesuai dengan piagam apabila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional
- PBB tidak mempunyai kuasa apapun untuk mencampuri urusan-urusan dalam negeri suatu negara
Salah satu asas yang penting
juga adalah asas kegotongroyongan (Pasal
1 Ayat 1 Piagam PBB), sehingga tindakan-tindakan yang dijalankan atas nama PBB
sifatnya kolektif,bergotong- royong sesuai dengan asas-asas demokrasi.Hal yang demikian mengharuskan
dijalankannya suatu asas koordinasi, artinya bahwa segala tindakan dan kegiatan bangsa-bangsa kearah perdamaian
harus diselaraskan dan dipersatukan. Asas
yang penting juga dalam kaitannya dengan asas gotong royong adalah asas
persamaan derajat (Pasal 2 Ayat 1 piagam PBB). PBB juga tidak memiliki organ
yang produk keputusan dari organ tersebut sifatnya mengikat, sehingga dapat
dipaksakan baik secara nasional ataupun secara individu. Di dalam PBB tidak
dikenal mengenai penarikan diri suatu negara dari keanggotaannya, karena Piagam
PBB menganggap bahwa tugas utama negara yang menjadi anggota PBB untuk menjaga
perdamaian dan keamanan dunia adalah terus melanjutkan kerjasamanya bersama
organisasi. Namun pada tahun 1964, Indonesia lewat pidato Presiden Sukarno saat
itu menyatakan berakhirnya keanggotaan
Indonesia di dalam PBB, karena terlibat konfrontasi dengan Malaysia yang oleh
PBB diterima menjadi anggota dewan keamanan PBB. Dalam kasus tersebut, suatu negara dapat menyatakan menarik diri dari keanggotaan PBB, tetapi
karena tidak dikenal adanya penarikan diri dari keanggotaan PBB, maka saat itu
PBB tetap tidak menerima keluarnya Indonesia dari keanggotaan, sehingga
Indonesia hanya dinyatakan non-aktif sementara, dan diharapkan dapat
melanjutkan kembali kerjasama secara penuh dengan organisasi PBB. Sehingga
dengan tidak dipenuhinya beberapa syarat diatas, maka PBB bukanlah organisasi
internasional yang bersifat supranasional.
[1]Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar
Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, Universitas Indonesia Press, hlm. 33.
[2]Henry G. Schemers, International Institutional Law (The Netherlands, Rockville,
Maryland, USA: Sijthooff & Noordhoff, Alphen aan den Rijn, 1980), hlm. 5.
[3] Sri Setianiningsih Suwardi, op.cit., hlm. 34.
[4] Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa
Perjanjian Lisabon/Lisboa
“Treaty of Lisabon/Lisboa”
Perjanjian Lisabon adalah sebuah
perjanjian yang disahkan pada tanggal 13 Desember 2007 di Lisboa, Portugal oleh
kepala pemerintahan negara anggota Uni Eropa.Perjanjian Lisabon sebagai
perjanjian yang memperbaharui perjanjian yang disetujui oleh Uni Eropa yakni Treaty of Nice yang berhasil
menghasilkan beberapa keputusan, yakni pembatasan terhadap jumlah anggota parlemen,
mengganti mekanisme pengambilan keputusan yang sebelumnya menggunakan unanimity dirubah menjadi qualified majority, merubah bobot negara
anggota Uni Eropa, membatasi jumlah anggota komisioner dan memperkuat posisi
Presiden Komisi, mendorong untuk diselenggarakannya Konvensi Masa Depan Eropa.
Dengan disahkannya Perjanjian Lisabon, maka terdapat beberapa
perubahan-perubahan ketentuan yang diatur di dalam Perjanjian Lisabon antara
lain adalah:
a.
Urusan politik luar negeri yang
sebelumnya dilaksanakan oleh Utusan Khusus Perwakilan Tinggi
untuk Kebijakan Luar Negeri juga mengenai Keamanan Umum dan Komisaris Hubungan
Luar Negeri dan Kebijakan Bertetangga Eropa, akan dilebur menjadi
satu menjadi Perwakilan Tinggi Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan
Uni Eropa yang sekaligus merangkap jabatan sebagai wakil ketua Komisi Uni Eropa
sekaligus memimpin Dewan Menteri Luar Negeri Uni Eropa.
b.
Diterapkannya modus keputusan
lewat pemungutan suara di dalam Dewan Menteri. Kemudian akan berlaku prinsip
mayoritas ganda, yaitu dari 55 persen negara anggota, yang harus mewakili 65
persen warga Eropa. Suara mayoritas akan menentukan pengambilan keputusan. Untuk
pertama kalinya Perjanjian Lisabon mengatur tingkat mana di Uni Eropa yang
bertanggung jawab untuk suatu keputusan.
c.
Posisi Parlemen Eropa sejajar
dengan Dewan Menteri dan Pemerintahan di bidang legislatif yaitu dalam hal
persetujuan mengenai pengesahan undang-undang. Diberikannya
power yang lebih besar terhadap Parlemen Eropa, legislatif nasional
negara anggota dan rakyat negara anggota Uni Eropa, membuat Parlemen Eropa
memiliki salah satu fungsi utama sebagai pembuat keputusan bersama dengan Dewan
Menteri, yang artinya suatu peraturan baru dapat menjadi hukum apabila telah
disetujui oleh Parlemen Eropa dan Dewan Menteri.
d.
Merubah sistem rotasi terkait
jabatan Presiden Dewan Eropa dengan sistem permanen. Jabatan presiden ini
memiliki periode masa tugas selama 2,5 tahun, di mana pemilihan jabatan
presiden tidak memerlukan persetujuan dari Parlemen Eropa (dilakukan oleh Dewan
Eropa dengan konsep qualified majority
voting).
e.
Mengatur secara mendalam hukum
bersama mengenai hak asasi manusia, migrasi atau perpindahan penduduk,
kejahatan internasional.
f.
Pemberlakuan peraturan baru terkait jumlah anggota Komisi
Eropa mengenai reformasi proses pengambilan keputusan. Sebelumnya Uni Eropa
merencanakan pengurangan jumlah anggota Komisi Eropa menjadi 2/3 dari jumlah
negara anggota (semula setiap negara memiliki satu perwakilan).
g.
Mempertegas posisi Uni Eropa
bahwa Uni Eropa berpedoman pada prinsip-prinsip: demokrasi,
supremasi hukum, kesemestaan dan keutuhan hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental, penghormatan pada martabat manusia, prinsip-prinsip kesetaraan dan
solidaritas, dan penghormatan pada prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum
internasional.
Source : wikipedia.org
Source : wikipedia.org
Langganan:
Komentar (Atom)