Perserikatan Bangsa-bangsa tidak diklasifikasikan sebagai organisasi yang bersifat supranasional.
Pengklasifikasian suatu
organisasi internasional didasarkan atas beberapa kriteria, karena organisasi yang
sifatnya supranasional berbeda dengan organisasi yang sifatnya koordinatif.
Salah satu karakteristik dari organisasi yang sifatnya supranasional mempunyai
kewenangan membuat keputusan atau mengeluarkan aturan yang dapat mengikat
negara anggota, bahkan ada yang langsung mengikat individu (person) dan perusahaan yang berasal dari
negara anggota.[1]
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu organisasi yang bersifat
internasional :[2]
1. Keputusan
organisasi mengikat negara anggota;
2. Alat
perlengkapan yang berwenang mengambil keputusan, tidak seluruhnya tergantung pada
kerjasama seluruh anggota;
3. Organisasi
mempunyai kekuasaan untuk membuat peraturan yang langsung mengikat penduduk
negara anggota. Kewenangan yang demikian mungkin dapat mendesak fungsi
pemerintahan tanpa kerjasama dengan pemerintah nasional negara anggota;
4. Organisasi harus
mempunyai kewenangan untuk memaksakan keputusannya. Pelaksanaan keputusan
selalu mungkin bahkan tanpa kerjasama dengan pemerintah nasional negara
anggota. Parlemen dan badan peradilan nasional boleh memaksa pemerintahnya
untuk memenuhi kewajiban terhadap organisasi internasional tersebut;
5. Keuangan
organisasi bersifat otonom. Keuangan organisasi berasal dari dana yang dibayar
oleh para negara anggota;
6. Penarikan diri
secara unilateral tidak mungkin.
Dalam
organisasi internasional yang bersifat supranasional, negara anggota tidak
mempunyai kewenangan secara kolektif untuk membubarkan organisasi atau
mengadakan amandemen tanpa kerjasama dengan organisasi yang supranasional
tersebut. Namun demikian, hampir tidak ada organisasi internasional yang memenuhi
syarat-syarat diatas secara penuh.[3]
Jika dilihat dari syarat-syarat tersebut diatas, maka PBB bukan merupakan
organisasi yang bersifat internasional. Pertama dapat dilihat dari asas-asas
atau prinsip-prinsip yang diatur di
dalam Bab I Piagam PBB yang mengatur mengenai :[4]
- PBB berdasarkan asas persamaan kedaulatan semua anggotanya
- Kewajiban untuk memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan apa yang tercantum dalam piagam
- Setiap perselisihan harus diselesaikan secara damai agar perdamaian dan keamanan tidak terancam
- Mempergunakan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik suatu negara harus dihindarkan
- Kewajiban untuk membantu PBB terhadap tiap kegiatan yang diambil sesuai dengan piagam dan larangan membantu negara dimana negara tersebut oleh PBB dikenakan tindakan-tindakan pencegahan atau pemaksaan
- Kewajiban bagi negara bukan anggota PBB untuk bertindak sesuai dengan piagam apabila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional
- PBB tidak mempunyai kuasa apapun untuk mencampuri urusan-urusan dalam negeri suatu negara
Salah satu asas yang penting
juga adalah asas kegotongroyongan (Pasal
1 Ayat 1 Piagam PBB), sehingga tindakan-tindakan yang dijalankan atas nama PBB
sifatnya kolektif,bergotong- royong sesuai dengan asas-asas demokrasi.Hal yang demikian mengharuskan
dijalankannya suatu asas koordinasi, artinya bahwa segala tindakan dan kegiatan bangsa-bangsa kearah perdamaian
harus diselaraskan dan dipersatukan. Asas
yang penting juga dalam kaitannya dengan asas gotong royong adalah asas
persamaan derajat (Pasal 2 Ayat 1 piagam PBB). PBB juga tidak memiliki organ
yang produk keputusan dari organ tersebut sifatnya mengikat, sehingga dapat
dipaksakan baik secara nasional ataupun secara individu. Di dalam PBB tidak
dikenal mengenai penarikan diri suatu negara dari keanggotaannya, karena Piagam
PBB menganggap bahwa tugas utama negara yang menjadi anggota PBB untuk menjaga
perdamaian dan keamanan dunia adalah terus melanjutkan kerjasamanya bersama
organisasi. Namun pada tahun 1964, Indonesia lewat pidato Presiden Sukarno saat
itu menyatakan berakhirnya keanggotaan
Indonesia di dalam PBB, karena terlibat konfrontasi dengan Malaysia yang oleh
PBB diterima menjadi anggota dewan keamanan PBB. Dalam kasus tersebut, suatu negara dapat menyatakan menarik diri dari keanggotaan PBB, tetapi
karena tidak dikenal adanya penarikan diri dari keanggotaan PBB, maka saat itu
PBB tetap tidak menerima keluarnya Indonesia dari keanggotaan, sehingga
Indonesia hanya dinyatakan non-aktif sementara, dan diharapkan dapat
melanjutkan kembali kerjasama secara penuh dengan organisasi PBB. Sehingga
dengan tidak dipenuhinya beberapa syarat diatas, maka PBB bukanlah organisasi
internasional yang bersifat supranasional.
[1]Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar
Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, Universitas Indonesia Press, hlm. 33.
[2]Henry G. Schemers, International Institutional Law (The Netherlands, Rockville,
Maryland, USA: Sijthooff & Noordhoff, Alphen aan den Rijn, 1980), hlm. 5.
[3] Sri Setianiningsih Suwardi, op.cit., hlm. 34.
[4] Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa